Sabtu, 21 Januari 2012

Bukti kebenaran Al Quran tentang cerita Fir'aun LA (La'natullah 'alih)


Dr. Morris Bukay* di dalam bukunya ‘al-Qur’an Wa al-‘Ilm al-Hadiits’ (al-Qur’an Dan llmu Modern) mengungkap kesesuaian informasi al-Qur’an mengenai nasib Fir’aun yang mengejar Nabi Musa as setelah ia tenggelam di laut dan realita di mana itu tercermin dengan masih eksisnya jasad Fir’aun  tersebut hingga saat ini. Ini merupakan pertanda kebesaran Allah SWT saat berfirman, (QS.Yunus:92)

Dr. Bukay berkata, “Riwayat versi Taurat mengenai keluarnya bangsa Yahudi bersama Musa AS dari Mesir menguatkan ‘statement’ yang menyatakan bahwa Mineptah, pengganti Ramses II adalah Fir’aun Mesir pada masa nabi Musa AS. Penelitian medis terhadap mumi Mineptah membeberkan kepada kita informasi-informasi berguna lainnya mengenai dugaan sebab kematian fir’aun ini.

Sesungguhnya kitab Taurat menyebutkan, jasad tersebut ditelan laut akan tetapi tidak memberikan rincian mengenai apa yang terjadi terhadapnya setelah itu. Sedangkan al-Qur’an menyebutkan, jasad Fir’aun yang dilaknat itu akan diselamatkan dari air sebagaimana keterangan ayat di atas. Dalam hal ini, pemeriksaan medis terhadap mumi tersebut menunjukkan, jasad tersebut tidak berada lama di dalam air sebab tidak menunjukkan adanya tanda kerusakan total akibat terlalu lama berada di dalam air.**”

Dr. Morris Bukay menyebutkan bahwa dalam sebuah penelitian medis dengan mengambil sampel organ tertentu dari jasad mumi tersebut pada tahun 1975 melalui bantuan Prof Michfl Durigon dan pemeriksaan yang detail dengan menggunakan mikroskop, bagian terkecil dalam organ itu masih dalam kondisi terpelihara secara sempurna. Ini menunjukkan, keterpeliharaan secara sempurna itu tidak mungkin terjadi andaikata jasad tersebut sempat tinggal beberapa lama di dalam air atau bahkan sekali pun berada lama di luar air sebelum terjadi proses pengawetan pertama.

Dr. Bukay juga menyebutkan, diri bersama tim telah melakukan banyak penelitian, di antaranya untuk mengetahui dugaan sebab kematian Fir’an. Penelitian yang dilakukannya berjalan legal karena dibantu direktur laboratorium satelit di Paris, Ceccaldi dan prof Durigan. Objek penelitian dititikberatkan pada salah satu orang di tengkorak kepala.

Mengenai hasilnya, Dr Bukay mengungkapkan, “Dari situ diketahui, bahwa semua penelitian itu sesuai dengan kisah-kisah yang terdapat dalam kitab-kitab suci yang menyiratkan Fir’aun tewas ketika digulung gelombang…”***

Dr. Bukay menjelaskan sisi kemukjizatan masalah ini. Ia mengatakan, “Di zaman di mana al-Qur’an sampai kepada manusia melalui Muhammad SAW, jasad-jasad para Fir’aun yang diragukan orang di zaman kontemporer ini apakah benar atau tidak ada kaitannya dengan saat keluarnya Musa, sudah lama terpendam di pekuburan lembah raja di Thoba, di pinggir lain dari sungai Nil di depan kota al-Aqshar saat ini.

Pada masa Muhammad SAW segala sesuatu mengenai hal ini masih kabur. Jasad-jasad tersebut belum terungkap kecuali pada penghujung abad ke-19.**** Dengan begitu, jasad Fir’aun Musa yang masih eksis hingga kini dinilai sebagai persaksian materil bagi sebuah jasad yang diawetkan milik seorang yang mengenal nabi Musa AS, menentang permintaannya dan memburunya dalam pelarian serta mati saat pengejaran itu. Lalu Allah menyelamatkan jasadnya dari kerusakan total sehingga menjadi tanda kebesaran-Nya bagi umat manusia sebagaimana yang disebutkan al-Qur’an al-Karim.*****

Informasi sejarah mengenai nasib jasad Fir’aun tidak berada di tangan manusia mana pun ketika al-Qur’an turun atau pun setelah beberapa abad setelah turunnya. Akan tetapi ia dijelaskan di dalam Kitab Allah SWT sebelum lebih dari 1400 tahun lalu.

* Seorang dokter ahli bedah paling masyhur berkewarganegaraan Perancis. Ia masuk Islam setelah mengadakan kajian secara mendalam mengenai al-Qur’an al-Karim dan mukjizat ilmiahnya
** Lihat, buku al-Qur’an Wa al-‘Ilm al-Hadits, Dr Morris Bukay
*** Lihat, buku Kitab al-Qur’an Wa al-‘Ilm al-Mu’ashir, Dr Morris Bukay, terjemah ke bahasa Arab, Dr Muhammad Bashal dan Dr Muhamma Khair al-Biqa’i
**** Diraasah al-Kutub al-Muqaddasah Fii Dhau’i al-Ma’aarif al-Hadiitsah, karya Dr Morris Bukay, hal.269, Darul Ma’arif, cet.IV, 1977 –dengan sedikit perubahan
***** Ibid., 

Selasa, 10 Januari 2012

Manusia pasti dapat masuk surga



Dalam ajaran Islam, seseorang untuk dapat masuk surga tidaklah mudah dan hanya sedikit dari umat Islam yang benar-benar masuk surga, dasarnya adalah sebuah hadits yang berbunyi kira-kira: Ya Rasulullah, apakah kami semua (umat Islam) pasti masuk surga, jawab Rasulullah: “Tidak! Sesungguhnya umatku yang masuk surga tidak lebih banyak dari jumlah bulu onta yang dapat kamu tutupi dengan sebelah telapak tanganmu dari seluruh bulu onta yang ada di tubuh onta tersebut!”. Dan ada lagi Hadist yang berbunyi kira-kira: “Pada akhir jaman, umatku akan terpecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) cabang, dan yang masuk surga hanyalah satu, yakni yang kembali kepada Al~Qur’an dan Hadist!”, Kesimpulan, pada akhir jaman, umat Islam akan terpecah belah menjadi sangat banyak, tetapi hanya 1 golongan saja dari sekian banyak pecahan yang masuk surga.

Untuk dapat masuk surga dalam  Islam, sangatlah tidak mudah. Dibutuhkan kesungguhan dan pengorbanan yang benar-benar berat dan mendalam sepanjang hidup manusia, itupun belum tentu bisa masuk surga, tidak cukup dengan hanya sekedar menyebut dua kalimat syahadat, tak ada dasar Al~Qur’an dan Hadist bahwa bila seseorang mengucapkan dua kalimat syahadat dijamin masuk surga, tetapi harus juga dengan membuktikan keislamannya dengan menjalankan seluruh perintah Allaah swt. dan meninggalkan seluruh larangan Allaah swt. Seseorang masuk Islam dimulai dengan menjalankan salah satu rukun Islam dan yang pertama-tama adalah mengucapkan dua kalimat syahadat, yakni bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allaah swt. dan bersaksi bahwa Muhammad saw. adalah utusan Allaah swt. Memang dalam Islam ada ayat yang berbunyi kira-kira “tiada paksaan dalam Islam atau menjadi Islam”, memang benar ayat tersebut, tetapi ayat tersebut berlaku hanya kepada orang-orang yang belum menjadi Islam, bila telah menjadi Islam, maka menjadi kewajibannya untuk menjalankan segala hukum dan syariat Islam tanpa dipilih-pilih mana yang berat atau mana yang ringan atau memilih-milih mana yang disukai dan meninggalkan mana yang tidak disukai, sesuai dengan ayat yang kira-kira berbunyi “Jadilah Islam seluruhnya atau sempurna”. Dalam menjalankan ibadah, manusia diuji keimanannya oleh Allaah swt. untuk diketahui mana yang emas mana yang suasa, sebagaimana ayat Al~Qur’an yang berbunyi kira-kira: “Tidak Kami terima pernyataan iman seseorang sebelum kami uji dengan sungguh-sungguh sebagaimana orang-orang yang terdahulu di uji”, memang ada ayat yang berbunyi kira-kira “tuhan tidak akan menguji hambanya melebihi kemampuan hambanya”, sehingga banyak umat Islam yang enggan menjalankan hukum dan syariat Islam dengan anggapan bahwa dirinya tidak sanggup dalam menjalankannya dengan anggapan bahwa dia tidak sanggup menjalankan ujian keimanan dari Allaah swt, padahal seharusnya sebagai umat Islam, yang ada adalah Sami’na wa Ato’na, alias “saya dengar dan saya jalankan” segala perintah Allaah swt. dengan sepenuh dayanya sampai benar-benar ternyata dia tidak mampu lagi untuk menjalankannya, dan Allaah  swt. tahu benar kemampuan hambanya tetapi hambanya boleh dikata sama sekali tidak tahu akan kemampuannya, apa lagi belum mencoba untuk menjalankan ujian tersebut hingga ke ujungnya.

Akibat dari pernyataannya dengan mengucapkan dua kalimat Syahadat, maka menjadi kewajiban bagi umat Islam tersebut untuk menjalankan Rukun Islam yang lain, yakni, sholat lima waktu, membayar zakat maal, puasa di bulan Romadhan dan naik haji bila mampu, semuanya tingkatnya sesuai dengan urutannya, selain itu ada Rukun Iman, yakni iman kepada Allaah swt. dimana Dia adalah Maha segala-galanya, dan hanya kepada Dia kita meminta dan berlindung serta memohon, tidak kepada “orang pintar”, kepada jin, kepada kuburan orang-orang yang besar di masa lalu, tidak pula kepada yang lainnya, termasuk segala sesuatu yang berbau duniawi. Rukun Iman yang kedua adalah percaya adanya malaikat yang mana mereka memiliki tugas dan wewenang masing-masing dari Allaah swt,  rukun Iman yang ke tiga adalah pecaya kepada kitab-kitab suci dimana tertera segala aturan, perintah dan larangan dari Allaah swt, rukun Iman yang ke empat adalah percaya kepada Rasul-rasulnya, yakni orang-orang pilihan Allaah swt. untuk menyampaikan segala aturan, perintah dan laranganNya kepada umat manusia, rukun Iman yang ke lima, yakni percaya kepada hari akhirat dimana setiap mahluk hidup mempertanggung-jawabkan segala amal perbuatannya di dunia ini, jadi umat Islam tidak bisa berbuat semau-maunya karena harus dipertanggung-jawabkan kelak di akhirat kepada Allaah swt. dan yang terakhir percaya kepada Qodlo dan Qodarnya, yakni bila telah berusaha dengan sungguh-sungguh dengan mengerahkan segala daya yang dimilikinya, tetapi hasilnya adalah yang telah dicapainya, maka dia menerima takdirnya yang telah terjadi tersebut.

Hal lain, dalam beribadah, umat Islam diharuskan hanya karena “ikhlas” dan cinta kepada Allaah swt. dan dihati harus bersih dari pamrih atau keinginan-keinginan lainnya selain memperoleh ridho Allaah swt, baik itu ibadah khas atau ibadah yang telah ditentukan seperti sholat, puasa, zakat, dll, juga ibadah-ibadah lainnya seperti makan, minum, menikah, belajar, mencari nafkah, melahirkan, dll. Masih ada hal lain yang perlu diperhatikan dalam melakukan amal ibadah tersebut, seperti niatnya, tata-caranya.

Semua hal tersebut haruslah dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh dengan pengorbanan sepanjang hidupnya, dan menjalankan keseluruhan aturan, perintah dan larangan secara keseluruhan, tanpa cacat, bila ada cacat sedikit saja, jangan berharap masuk surga, masih ada hal lain, misalnya jangan dendam, syirik atau minta pertolongan dan perlindungan selain kepada Allaah swt, jangan ujub, takabur, sombong, dll. Harus jujur, rendah hati, ramah tamah, penyayang, dll.

Ada jalan untuk meringankan beban yang berat dalam menjalan ajaran Islam yang sangat berat tersebut, yakni dengan mencintai Allaah swt, tetapi sayangnya kita tidak pernah tahu kapan datangnya cinta dan kapan perginya cinta serta bagaimana wujud dari cinta tersebut. Kita tidak bisa mulut kita berkata cinta tetapi hati kita berkata tidak cinta. Bila kita mencintai sesuatu, kita akan selalu berusaha untuk menyenangkan hati yang kita cintai dan berusaha untuk menjalankan apa-apa yang menjadi kehendak dari yang kita cintai demi untuk memperoleh cinta dari yang kita cintai. Dalam usaha kita membuktikan bahwa kita mencintai Allaah swt, maka kita harus menjalankan apa-apa yang tertulis di tulisan saya di atas, karena itu telah menjadi kehendak Allaah swt bila kita mencintai Dia, dan bila kita benar-benar mencitai Dia, maka apa dengan demikian apa yang kita kerjakan dan amalkan seperti  di atas akan terasa sangat ringan untuk dijalankan dengan baik.
 Itulah beberapa hal-hal yang paling pokok seseorang dapat masuk surga dengan mulus dan lancar, intinya jika telah terpenuhi syarat-syarat tersebut sudah tidak khawatir lagi, pasti Allah swt akan memasukkan ke surga.

Selasa, 03 Januari 2012

HARI RAYA ORANG-ORANG KAFIR

Hari Besar Orang-Orang Kafir
 
Dalam banyak hadits disebutkan bahwa nabi saw selalu memerintah umat Islam
untuk berbeda dengan orang-orang kafir, baik dalam kehidupan sehari-hari seperti cara
berpakaian, makan-minum, pergaulan dan sebagainya, maupun dalam masalah ibadah,
nabi selalu berkata: khaalifuu al yahuud (berbedalah dengan orang-orang yahudi).
            Oleh karena itu pada bulan muharram, selain memerintah untuk berpuasa pada
hari asyura' yaitu tanggal sepuluh muharram, nabi juga memerintah untuk berpuasa
tanggal sembilan, hal ini agar tidak sama dengan orang yahudi, karena mereka juga
berpuasa pada tanggal sepuluh, sebagai rasa syukur kepada Allah swt. atas
diselamatkannya nabi Musa as. dari kejaran Fir'aun. Begitu pula nabi memerintahkan
untuk memanjangkan jenggot, dan memotong kumis, dalam rangka berbeda dengan
orang-orang yahudi, sebagaimana beliau memerintah kita untuk shalat memakai sandal,
karena orang-orang yahudi dan nasrani tidak memakai sandal. Dan masih banyak hal lain
dimana rasulullah saw. memerintahkan umat islam agar berbeda dengan orang-orang
kafir.
       Sebelum itu Allah swt. juga melarang umat islam mengikuti jejak langkah orangorang kafir, sebagaimana firman Allah:
"Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya Telah diturunkan Al Kitab
kepadanya, Kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka
menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik". (QS.al
hadid ayat 16).
Juga firman-Nya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orangorang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah
pemimpin bagi sebahagian yang lain. barangsiapa diantara kamu mengambil mereka
menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim" (QS. al
maidah: 51).
       Namun yang sangat disayangkan, walau sudah diperingatkan dan dilarang dalam
al-Qur'an dan hadits-hadits nabi saw, agar tidak mengikuti jejak langkah orang-orang
kafir, kenyataannya masih banyak, dan bahkan banyak sekali orang-orang islam yang
masih selalu mengikuti jejak langkah orang-orang kafir, dan itu sudah diprediksi oleh nabi
saw dalam sebuah hadits: "Sungguh kalian akan mengikuti jejak langkah orang-orang 2
sebelum kalian selangkah demi selangkah, hingga apabila mereka memasuki lubang
dhab(biawak), niscaya kalian mengikutinya. Para sahabat bertanya, apakah maksudnya
orang-orang yahudi dan nasrani? Beliau berkata: siapa lagi kalau bukan mereka." (HR.
Bukhari Muslim).
        Rupanya hadits nabi di atas sekarang sudah menjadi kenyataan, dimana antara
orang islam dan orang kafir sulit dibedakan, hal ini karena orang-orang islam sudah
banyak yang mengikuti jejak langkah orang-orang kafir, baik dalam kehidupan sehari-hari
maupun dalam acar ritual keagamaan, pada hari natal dan tahun baru misalnya, yang
merayakan bukan hanya orang-orang yang beragama nasrani, akan tetapi banyak umat
islam yang ikut merayakan, baik yang langsung maupun sekedar mengucapkan selamat
natal. Di bulan februari banyak anak muda dari kaum muslimin yang ikut merayakan hari
valentine yang disebut sebagai hari kasih sayang, yang notabene merupakan syi'ar dari
agama nasrani.
 
        Sebab-sebab orang islam ikut merayakan hari besar orang-orang kafir.
       Ada beberapa sebab mengapa sebagian orang islam ikut merayakan hari besar
orang-orang kafir, di antaranya:
1. Pengetahuan mereka yang sangat minim terhadap ajaran agama Islam, sehingga tidak
bisa membedakan mana yang merupakan ajaran islam dan mana yang bukan.
2. Sebagian mungkin tahu bahwa itu adalah hari besar orang-orang kafir, namun tidak
tahu kalau islam melarang ikut merayakannya.
3. Suka menikuti trend atau apa yang lagi tenar dan baru tanpa memikirkan apakah
tindakannya benar atau salah, berguna atau tidak.
 
        Beberapa bentuk dalam mengikuti perayaan tersebut:
       Setiap agama apapun namanya dan bentuknya, mempunyai suatu hari yang
diagungkan dan dirayakan, ada yang memang berasal dari ajaran mereka, dan ada juga
yang mereka ciptakan sendiri, baik sebagai ritual keagamaan atau sekedar tradisi, dan hal
ini bisa dijelaskan sebagai berikut:
- Pertama: peringatan keagamaan yang dimaksudkan untuk ibadah, seperti hari natal
atau kelahiran nabi Isa as. dan lainnya, dimana banyak umat islam yang ikut
merayakannya sebagimana yang terjadi diberbagai belahan dunia islam, sebagian ada 3
yang hadir karena memenuhi undangan orang-orang kafir, baik dari teman kerjanya,
teman politik, relasi, atau dengan maksud dan tujuan lainnya. Keikutsertaan dalam
peringatan keagamaan ini bagi umat islam jelas haram hukumnya dan dihawatirkan bisa
menyebabkan keluar dari agama islam.
- Kedua: peringatan hari-hari yang mana asalnya merupakan syi'ar orang-orang kafir,
kemudian berubah menjadi tradisi yang mendunia, seperti moment olympiade, konon
pada awalnya olympiade ini berasal dari hari besar orang yunani kemudian berubah
menjadi ajang lomba olah raga internasional, namun nuansa ritulnya masih kelihatan,
walaupun banyak yang tidak memperhatikan dan menyadarinya, seperti dalam acara
pembukaan yang kelihatannya begitu sakral, hal ini ditambah lagi dengan penyalaan api
olympiade yang di arak keliling yang mirip dengan pemyembahan terhadap api. Adapun
bentuk keikut sertanan dalam moment tersebut, bisa dengan mengirim tim ke sana, atau
mengadakan pelaksanaanya di Negara islam. Ikut serta dalam momen ini juga tidak boleh
karena beberapa hal:
a. Karena olympiade ini pada asalnya merupakan hari besar orang yunani
seperti telah disebutkan di atas, bahkan termasuk salah satu hari besar
terpenting orang yunani. 
b. Nama peringatan tersebut tidak berubah dari nama asalnya ketika masih
merupakan peringatan keagamaan. 
Adapun pada ahirnya berubah menjadi ajang lomba olahraga, hal ini tidak menghilangkan,
sifatnya sebagai hari keagamaan, berdasarkan hadits nabi saw yang diriwayatkan oleh
Tsabit bin ad Dhahhak ra berkata: Pada masa rasulullah saw ada seseorang yang
bernadzar akan menyembelih unta di suatu tempat yang bernama bawwanah lalu ia
datang kepada nabi saw dan berkata kepada beliau: sungguh aku telah bernadzar akan
menyembelih unta di bawwanah, maka nabi saw berkata: "Apakah dulu di sana ada salah
satu berhala orang jahiliyah yang disembah?" Para sahabat berkata: tidak, nabi bertanya
lagi: "Apakah dulu di sana pernah diadakan peringatan hari keagamaan mereka?" Sahabat
berkata: tidak, maka nabi saw berkata: "laksanakanlah nadzarmu, karena tidak boleh
melaksanakan nadzar dalam kemaksiatan kepada Allah, dan tidak pula pada suatu hal
yang tidak bisa dilakukan oleh manusia". (HR. Abu Daud).
Dalam hadits ini nabi menanyakan tentang asal-usul dan sejarah suatu tempat, apakah di
sana pernah ada berhala orang kafir, atau pernah diadakan prosesi keagamaan? Kalau iya,
maka tidak boleh menyembelih unta di tempat tersebut. Jadi nabi memperhatikan asal-4
usul dan sejarah suatu hal, sedangkan olympiade pada awalnya merupakan peringatan
keagamaan orang yunani.
Ibnu taimiyah berkata: "ini berarti bahwa suatu tempat yang merupakan tempat hari
besar mereka tidak boleh dijadikan tempat menyembelih walaupun bernadzar, begitu juga
tempat berhala mereka … dan jelas hal itu berarti mengagungkan tempat yang
diagungkan oleh mereka, atau menghidupkan syi'ar mereka … kalau tempat perayaan
mereka dilarang, apalagi dengan perayaan itu sendiri?".
Dalam masalah olympiade, bukan hanya masalah waktu dan tempatnya saja, malainkan
merupakan peringatan itu sendiri, dengan asal nama dan acara pelaksanaannya, dimana
dilakukan penyalaan api olympiade yang merupakan syi'ar peringatan, begitu pula
waktunya, karena dahulu orang yunani melakukannya empat tahun sekali, demikian pula
sekarang juga dilakukan empat tahun sekali. Jadi ikut serta dalam momen ini, berarti ikut
serta dalam peringatan mereka, dan mengadakannya di negera islam merupakan adopsi
peringatan tersebut ke Negara islam.
 
Ketiga: Hari-hari atau minggu-minggu yang diciptakan oleh orang-orang kafir, hal ini ada
dua macam:
1. sesuatu yang berasal dari agama orang kafir kemudian berubah menjadi
tradisi yang berkaitan dengan maslahat duniawi seperti hari buruh yang
diciptakan oleh para penyembah pohon. Ini juga tidak boleh dilakukan oleh
umat islam, karena berasal dari hari besar orang kafir. 
2. sesuatu yang tidak berasal dari agama, seperti hari kesehatan internasional,
hari pembebasan buta huruf dan lain-lain. Pada dasarnya melakukan suatu
tradisi orang kafir tidak dibolehkan, namun kalau tradisi tersebut tidak
berasal dari agama mereka, dan ada manfaatnya bagi kemanusiaan secara
umum, dan tidak menjadi syi'ar agama tertentu maka hal ini tidak ada
salahnya orang islam melakukannya. 
 
Keempat: termasuk meniru orang-orang kafir dalam masalah hari-hari besar adalah,
merayakan hari besar islam seperti idul fitri dan idul adha dengan meniru cara-cara orang
kafir dalam merayakan hari besar mereka, seperti merayakan idul fitri dan idul adha
dengan pesta-pora, dengan nyanyian dan musik, atau mengadakan panggung gembira,
dan sebagainya. ini tidak dibenarkan dalam islam, karena islam mengajarkan kita
merayakan ieddengan ibadah kepada Allah, bukan dengan maksiat. 5
 
        Wajibnya menghindariperayaan orang-orang kafir:
A. Tidak mengadiri peryaan mereka.
       Ulama sepakat bahwa menghadiri hari besar orang kafir dan meniru mereka
dalam perayaan ini hukumnya haram, berdasarkan dalil-dalil berikut:
1.     Dalil-dalil yang melarang menyerupai orang kafir, sebagimana disebutkan sebagiannya
di atas.
2.     ijma' (consensus) para sahabat dan tabiin, dimana tidak satupun di antara mereka yang
ikut serta dalam acara keagaam orang-orang kafir, padahal pada waktu itu di madinah
terdapat orang-orang yahudi yang tentunya mereka melaksanakan acara-acara ritual
keagamaan mereka pada waktu-waktu tertentu, bahkan Umar ra melarang orang-orang
ahli kitab melakukan kegiatan keagamaan di negara islam.
B. Tidak boleh meniru apa yang dilakukan orang-orang kafir dalam hari raya
mereka walaupun tidak ikut serta merayakan.
Ibnu Taimiyah berkata: ((tidak halal bagi umat islam meniru apa saja yang merupakan
ciri khas hari raya mereka, baik makanan, pakaian, mandi, menyalakan api, meninggalkan
kegiatan keseharian baik pekerjaan maupun ibadah, dan tidak boleh melakukan makanmakan, memberi hadiah, atau menjual barang-barang yang dipakai untuk merayakan hari
besar mereka, tidak boleh juga membiarkan anak-anak ikut bergembira atau berpakaian
yang bagus. Tegasnya, pada waktu hari raya orang kafir, umat islam tidak boleh
melakukan acara husus, akan tetapi melakukan aktifitas sebagaimana hari-hari biasa))
lihat: majmu' fatawa 52/923.
 
C. Tidak memberi hadiah kepada mereka, atau membantu kebutuhan hari raya
mereka dengan jual beli, ibnu taimiyah berkata: (( tidak halal bagi umat islam menjual
sesuatu untuk keperluan hari raya mereka, baik daging, bahan makanan, maupun
pakaian, dan tidak boleh memberi pinjam kendaraan, atau membantu apapun untuk
keperluan hari raya mereka, karena hal tersebut termasuk mengagungkan kesyirikan
mereka, dan membantu mereka dalam kekufuran)). Iqtidha' 2/625.
Abu Hafsh al hanafi berkata: "barangsiapa yang menghadiahkan sebuah telur kepada
orang musyrik karena mengagungkan hari raya mereka, maka ia telah kafir" (fathul bari
2/315).
 
D. Tidak memberi ucapan selamat kepada mereka di hari raya mereka.6
Ibnu Qayyim berkata bahwa memberi ucapan selamat kepada orang kafir pada hari
raya mereka haram, karena itu berarti membenarkan mereka dalam kekufuran.
E. Tidak menghususkan puasa pada hari raya mereka, karena hari raya mereka
merupakan hari yang mereka agungkan, maka menghususkan puasa pada hari raya
mereka, juga termasuk pengagungan terhadapnya. Lain halnya kalau seandainya
seseorang mempunyai kebiasaan puasa pada hari-hari tertentu, lalu kebetulan pada hari
itu bertepatan dengan hari raya orang kafir, maka hal ini tidak apa-apapa-apa. Begitu pula
ibadah-ibadah yang lain, tidak boleh melakuan ibadah husus pada hari raya mereka,
seperti shalat, muhasabah dan lainnya, karena itu juga termasuk ikut merayakan atau
mengangungkan hari tersebut.

KLIK DAPAT DUIT

Raih duit dengan mudah

Bisnis online...? gabung disini...!

peluang usaha